Menulis
itu suatu kegiatan yang sudah kita mulai sejak mengenal huruf. Dulu ketika kita
mulai menulis tentunya dimulai dengan menulis alphabet. Kemudian ketika sudah
menghafal huruf, mengeja dan merangkainya menjadi kata kitapun mulai menulis
kata. Ketika kita sudah bisa menulis kata kita pun merangkainya menjadi
kalimat. Dan saat kita sudah bisa menulis kita juga diberi pelajaran mengarang.
Itulah tahap-tahapan yang kita lalui
saat awal-awal bersekolah dulu .
Membaca dan menulis adalah pelajaran
dasar yang harus kita kuasai ketika kita mulai menimba ilmu sejak usia dini. Karena
lewat kegiatan tersebutlah kita melakukan proses dasar belajar. Jadi sebenarnya
sudah sangat lama kita mengenal kegiatan yang sangat sederhana itu. Namun sejak
tidak lagi melakukan kegiatan belajar mungkin juga di antara kita jarang
melakukan kegiatan ini. Kecuali untuk menulis yang berhubungan dengan pekerjaan
tentunya.
Ketika
dulu sewaktu kecil begitu saya sudah bisa menulis yang saya rasakan adalah sama
seperti kebanyakan teman-teman yang lain. Karena menulis di sini hanyalah sebuah kegiatan yang dilakukan untuk menyalin pelajaran yang didapat dari guru di sekolah agar dapat
dibaca dan dipelajari lagi di rumah. Nah kegiatan tersebut lebih tepat kalau kita sebut mencatat.
Menulis
menjadi kebiasaan yang saya lakukan di luar mencatat pelajaran di sekolah dimulai
ketika saya merasa ingin berbagi bila
sedang ada masalah. Kalau seperti ini baru kita sebut menulis yang bukan hanya mencatat melainkan merangkai kata yang kemudian menjadi kalimat yang membentuk sebuah makna atau yang lebih luas menjadi sebuah cerita.
Seharusnya saya bercerita kepada seseorang. Kepada teman, misalnya. Seorang teman tentunya akan memberikan pendapatnya atau solusi untuk sebuah masalah daripada melampiaskan pada selembar kertas. Namun karena sifat saya yang tertutup selalu menyimpan dan memendam semua rasa di dalam hati saja jadi teman-teman saya malah menganggap saya seseorang yang jalan hidupnya mulus tanpa masalah. Biarlah mereka menganggap seperti yang mereka pikirkan. Padahal saya selalu mengungkap rasa dan ganjalan hati lewat menulis tanpa siapapun yang membacanya. Namun sayangnya saya tidak pernah menyimpan tulisan itu lama ataupun meyimpannya dalam buku diary. Perasaan saya waktu itu malu saja pada diri sendiri karena merasa seolah-olah mengumbar perasaan secara berlebihan.
Seharusnya saya bercerita kepada seseorang. Kepada teman, misalnya. Seorang teman tentunya akan memberikan pendapatnya atau solusi untuk sebuah masalah daripada melampiaskan pada selembar kertas. Namun karena sifat saya yang tertutup selalu menyimpan dan memendam semua rasa di dalam hati saja jadi teman-teman saya malah menganggap saya seseorang yang jalan hidupnya mulus tanpa masalah. Biarlah mereka menganggap seperti yang mereka pikirkan. Padahal saya selalu mengungkap rasa dan ganjalan hati lewat menulis tanpa siapapun yang membacanya. Namun sayangnya saya tidak pernah menyimpan tulisan itu lama ataupun meyimpannya dalam buku diary. Perasaan saya waktu itu malu saja pada diri sendiri karena merasa seolah-olah mengumbar perasaan secara berlebihan.
Kalau
saya ingin curhat saya hanya menulis di kertas saja lalu merobek, membuang, dan melupakannya. Pada saat
itu saya merasa tidak ada yang menarik dari tulisan saya. Dan sayapun akan
merasa malu kalau sampai orang lain yang membacanya. Makanya saya juga nggak
pernah jadi punya buku diary karena menulisnya tak pernah tuntas dan selalu
merasa khawatir jika sampai ada yang sempat membaca ungkapan hati yang sangat
pribadi itu. Terlepas dari tidak suka
menulis di buku diary bukan berarti malas menulis atau tak tertarik pada urusan
menulis. Kalau diminta memilih misalnya dalam mengungkapkan pendapat secara
lisan atau tulisan jelas-jelas saya akan memilih yang kedua.
Saya
mulai menyimpan hasil tulisan berawal dari ketika di sekolah dulu saya punya teman-teman sekelompok atau grup atau bisa juga di sebut geng. Waktu
zaman-zaman sekolah dulu kan kita temannya suka mengelompok membentuk geng-geng
tersendiri. Ketika itu saya menyediakan sebuah buku yang isinya kegiatan
kelompok geng saya sehari-hari. Buku itu saya buatkan kata pengantar dan
pembukaan. Selanjutnya anggota kelompok yang terdiri dari empat orang secara
bergantian menulis semua kegiatan dan pengalaman yang kami jalani sehari-hari . Adapun awal mulanya saya menganjurkan
teman-teman menulis di buku itu agar suatu hari bisa mengenang semua kejadian
yang terjadi pada masa itu. Kamipun menulis apa saja kegiatan dan peristiwa
yang kami alami sehari-hari dari kejadian lucu sampai kejadian yang
menyebalkan. Awalnya mereka rajin walaupu hanya menulis beberapa kalimat saja
tapi lama-lama teman-temanku itu sudah mulai malas menulis. Akhirnya sayalah yang
paling rajin menulis di buku tersebut. Saya terus menulis semua kejadian yang
kami alami di buku itu sampai kami menamatkan sekolah dan berpisah. Buku itu
sekarang masih saya simpan. Jika saya kangen dengan teman-teman dan kisah-kisah
waktu di sekolah saya akan membacanya.
Ketika
saya menulis saya merasa senang. Kadang-kadang saya membaca berulang-ulang
tulisan saya dan saya merasa puas.
Teman-teman yang sempat membaca juga mengatakan tulisan saya enak dibaca. Tapi
semua hanya sampai segitu saja. Saya tidak pernah menyadari hal tersebut
sesungguhnya adalah nilai lebih yang saya miliki jika saya bisa
mengembangkannya. Pemikiran saya yang terlalu datar sehingga tidak pernah
terpikir menggali potensi yang di dalam diri saya. Saya malah bersalah kalau
menganggap saya lebih. Akhirnya saya menganggap ya saya biasa-biasa saja dan
bisa menulis lebih baik bukan berarti punya kelebihan .
Saya
juga hobi membaca. Salah satu yang suka adalah baca fiksi. Diantaranya saya
suka baca cerpen. Karena suka baca cerpen saya pernah mencoba menulis cerpen. Pada suatu ketika teman saya mengajak
mengirimkan ke media. Itulah pengalaman pertama mengirim tulisan berupa cerpen
ke media. Waktu itu buat cerpennya kerja sama dengan teman saya yang suka baca
cerpen juga. Nggak tahu nasibnya bagaimana cerpen itu, nggak ada kabar
beritanya. Penasaran saya kirim lagi hasil karya saya sendiri. Sama nasibnya
seperti yang pertama. Sayapun berpikir memang nggak mudah menembus media untuk
seseorang pemula yang masih hijau seperti saya. Dan saya berpikir saat itu tak
usahlah berpikir macam-macam lagi sampai mau mempublikasikan tulisan. Cukuplah
hanya untuk diri sendiri saja.
Ketika
sekian tahunpun sudah berlalu saya nggak
pernah memikirkan lagi untuk menulis bahkan menulispun sudah jarang. Saya masih
menganggap keahlian menulis itu tidak terlalu penting. Tapi saya suka membaca.
Sehingga timbul niat saya lagi untuk menulis dan mengirimkan ke media. Waktu
itu sayapun masih mengirim cerpen. Namun sama seperti beberapa tahun sebelumnya
cerpen tersebut nggak tahu nasibnya. Begitupun saya buat lagi dan kirim lagi.
Sama juga hasilnya. Jadi saya berpikir ya sudahlah. Begitu akhirnya saya nggak
pernah lagi menekuni menulis. Sekarang ini kalau saya pikir-pikir dulu itu saya
begitu mudahnya menyerah dan berhenti. Memang waktu itu nggak ada yang memberi
motivasi dan semangat sehingga saya berhenti total dan melupakan saja keinginan saya. Atau pun salahnya saya terlalu mengganggap
hal tersebut tidak begitu penting buat diri saya. Sehingga semua waktu saya pun
berlalu begitu saja.
Kini
sekian tahunpun kembali berlalu. Mungkin terlalu berlebihan kalau saya bilang
saya berbakat menulis ataupun pernah bercita-cita menjadi penulis. Kalau
dibilang bakat seharusnya saya sudah
menulis sejak kecil. Paling tidak rajin menulis di buku diary seperti yang
kebanyakan orang lakukan untuk sekedar menuangkan uneg-uneg dan perasaannya
meskipun mereka mengaku tidak berbakat menulis. Tepatnya mungkin mereka menulis
diary hanya sebuah kebutuhan pelampiasan
perasaan yang mengendap. Lantas kalau dibilang cita-cita? Sedikit sekali usaha
yang saya lakukan untuk mewujudkannya. Yang ada dalam pikiran saya bahwa saya
bisa menulis yang baik dan saya menikmati jika membacanya serta saya merasa
nyaman melakukannya.
Sejak mengenal dunia internet saya merasa
dapat menjelajahi segala pelosok yang ada di dunia maya. Dari petualangan di
internet sayapun menemukan komunitas menulis yang bertebaran di jejaring social.Setelah
bergabung dan berinteraksi on line dengan anggota komunitas penulis tersebut
saya jadi merasa terpacu untuk mengukur
sampai sejauh mana kemampuan menulis saya ini. Dan saya yakin Tuhan
menganugerahkan hal tersebut bukan untuk sesuatu yang disia-siakan. Pasti
anugerah ini adalah bekal yang sangat berguna untuk kehidupan saya. Saya harus
percaya dan tidak hanya membiarkan saja kemapuan menulis ini menjadi sesuatu
yang tak bermanfaat. Semoga saat inilah
saya memberi kesempatan diri untuk
berkembang walaupun sudah agak terlambat untuk memulai lagi. Tetap harus
percaya diri. Bukankah lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar